50 Kota,netralpost--
Anggota DPRD Limapuluh Kota, Khairul Apit, beberapa bulan belakangan ini mengaku banyak menerima keluhan dari masyarakat, khususnya para petani jeruk di Kecamatan Gunuang Omeh. Keluhan itu terkait berbagai masalah pengelolaan kebun jeruk siam yang kini tengah dilanda ‘sakit’.
Persoalan itu, katanya, diakibatkan naiknya harga pupuk dan pestisida non subsidi di pasaran hingga mencapai 300 persen dari harga biasa. Kondisi tersebut sontak membuat ribuan petani Jeruk Siam Gunuang Omeh (Jesigo) kesulitan merawat tanaman jeruk mereka
ara petani jeruk kita di Gunuang Omeh saat ini rata-rata kondisinya sangat terpukul. Ini akibat mahalnya harga pupuk dan pestisida di pasaran,” kata Khairul Apit, yang merupakan politisi Partai Gerindra kepada MKN, Sabtu (11/6).
Bahkan, menurut Apit, sudah banyak masyarakat petani jeruk yang membiarkan lahan kebun jeruknya, karena hasil penjualan tidak lagi sebanding dengan biaya perawatan tanaman jeruk.
Berangkat dari niat ingin menyelesaikan masalah, Khairul Apit kemudian mencoba berkoordinasi dengan pemerintah daerah melalui Dinas Peternakan serta Dinas Perkebunan. Mengingat, dua OPD tersebut merupakan rekan kerjanya selaku anggota DPRD.
Tak tanggung-tanggung, Khairul Apit juga merancang sebuah program bernama Sistem Integrasi Jesigo dan Itiak (Sijontiak). Ia menawarkan konsep Sijontiak kepada OPD terkait dengan harapan dapat membantu petani jeruk, untuk keluar dari masalah yang tengah dihadapi.
“Kemarin, saya ajak Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan dan Kadis Peternakan dan Kesehatan Hewan ke lokasi perkebunan masyarakat di Gunuang Omeh. Agar kita bisa melihat langsung bagaimana kondisi persoalan yang tengah dihadapi petani jeruk kita. Ini sedang kita lakukan pembahasan,” sambungnya.
Dalam konsep SIJONTIAK, mantan wali nagari Pandam Gadang itu menerangkan, bahwa sistem integrasi yang dimaksud yakni bagaimana para petani jeruk dapat menyandingkan pola pertanian jeruk, dengan beternak hewan yakni itik di dalam satu lokasi.
“Nanti, Pemda bisa mengupayakan pola bantuan minimal para petani jeruk ini diberikan bantuan itik, agar mereka bisa pelihara di dalam kebun jeruk. Ibaratnya seperti tumpang-sari. Manfaatnya akan banyak sekali,” sebut Khairul Apit.
Selain kurangnya pemupukan, lanjutnya, tanaman jeruk milik petani Jesigo banyak mengalami penyakit salah satunya karena hama tanaman. Dia menyebut, kalau ada itik di dalam kebun, maka dengan sendirinya itik akan membasmi rumput termasuk hama wereng dan ulat.
“Selain itu, kotoran itik bisa juga digunakan sebagai pupuk. Buah jeruk yang jatuh pun akan langsung dikonsumsi oleh itik. Petani secara langsung juga akan diuntungkan secara ekonomis, karena bisa menjual telur-telur itik,” sebutnya.
Khairul Apit yang juga berpengalaman bertani jeruk menyangsikan kecenderungan petani Limapuluh Kota yang masih konstan memakai pupuk dan pestisida berbahan kimia. Menurutnya, paradigma ini sudah saatnya dirubah, dengan melakukan pengalihan ke sistem pertanian organik.
Misalnya dengan memberdayakan pupuk atau bahan pestisida organik. Saat ini, katanya, secara keilmuan akademik, banyak para ahli tanah mengingatkan bahwa penggunaan bahan kimia secara masif menjadi biang masalah kerusakan dan penyakit tanaman, karena secara langsung dapat menghilangkan unsur hara tanah.
Apalagi saat ini sudah banyak produsen-produsen swasta pembuat pupuk organik di Kabupaten Limapuluh Kota. Dirinya mengaku, akan mendesak pemerintah daerah, dapat melakukan pemberdayaan pupuk organik untuk pertanian.
“Ini solusi yang perlu saya tawarkan. Bagaimana kita bersama pemerintah daerah bisa melakukan pemberdayaan melalui sistem pertanian yang efektif, efisien dan produktif. Saya akan minta Dinas, bisa gencar memberi penyuluhan atau pembinaan secara masif ke kelompok tani, agar mereka bisa beralih ke sistem organik,” imbuh Apit. (Yon).
Post a Comment