Padang, netralpost.net -- Hakim Yustisial Mahkamah Agung Dr. H. Mardi Chandra, S.Ag, M.Ag, MH, CPM, CPARB, mengakui kalau beberapa Pengadilan Agama mengalami krisis hakim. “Contohnya saja, ketika saya melakukan inspeksi ke Pengadilan Agama Dharmasraya beberapa hari lalu, saya menemukan hanya ada satu orang hakim. Tapi, kita sarankan kiranya dibuatkan surat ke Mahkamah Agung (MA) untuk dapat melakukan memproses perkara.
Beranjak dari masalah tersebut, untuk mengikuti testing sebagai calon hakim banyak alumni UIN Imam Bonjol Padang, khususnya Fakultas Syari’ah yang gagal ketika mengikuti tes awal seperti CAT. “Banyak yang gugur di awal ini. Ini kendala dan problem yang sering dialami oleh peserta.
Sebagai gambaran awal, se-Indonesia untuk Hakim Pengadilan Agama (PA) sesungguhnya membutuhkan calon hakim itu sebanyak 1.500 orang. Sementara yang berhasil hanyalah 38 orang. Angka ini sangat tidak logis dan jauh dari harapan. Tapi itulah kondisi yang kita alami.
Khusus untuk tahun ini kita butuh lagi 7.000 orang calon hakim. Maka manfaatkan kesempatan ini oleh alumni Fakultas Syari’ah UIN Imam Bonjol Padang. Caranya adalah kuasai lah tekhnologi sejak dini,’’sebut alumni Fakultas Syari’ah IAIN/UIN Imam Bonjol Padang yang telah tamat beberapa waktu lalu pada saat menjadi narasumber dalam agenda stadium general Fakultas Syari’ah tahun 2024, di Gedung J, kampus III Sungai Bangek, Kota Padang.
Mardi Candra dihadapan ratusan mahasiswa Fak. Syari’ah menjelaskan bahwa, berdasarkan PERMA No 3 tahun 2023 yang mengesahkan dengan latar belakang untuk mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“ UU Arbitrase dan APS ”), salah satunya mediasi saat ini dilakukan dengan digital, link zoom. Dulu masih ada sebagian anggota masyarakat orang yang bersengketa mendatangi kantor pengadilan agama dalam hal ini mediator untuk memediasi kasusnya. Kondisi ini terkadang mengalami problem dimana penanganan perkara berlarut-larut. Askses itu juga terkadang menyulitkan bagi kelompok masyarakat tertentu sehingga menimbulkan ke engganan bagi sebagian anggota masyarakat saat menyelesaikan perkarannya ke PA. Tidak hanya sampai di situ saja, yang lebih rumit lagi ada bayangan persoalan yang menjatuhkan kredibiltas lembaga kita karena terbangunnya budaya korup yang dilakukan oleh oknum peradilan (hakim).
Reformasi Hukum Penyelesaian Perkara berbasis Tekhnologi, semuanya materi yang akan di sampaikan oleh Dr. Mardi Candra dalam stadium general kali ini mempunyai dasar hukum yang jelas. Misalnya, ada PERMA Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas PERMA Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik. PERMA Nomor 8 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas PERMA Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik. PERMA Nomor 6 Tahun 2022 tentang Administrasi Pengajuan Upaya Hukum dan Persidangan Kasasi dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung Secara Elektronik. PERMA Nomor 3 Tahun 2022 tentang Mediasi Secara Elektronik,’’katanya.
Pada bagian lain Dekan Fakultas Syari’ah Prof. Dr. H. Ikhwan, SH,. M.Ag, bersama Wadek Bidang Akademik dan Kelembagaan Dr. Abrar, M.Ag dan Wadek Bidang Kemahasiswaan & Kersama Dr. Ridha Mulyani, SH, MH, disela-sela stadium general menyebutkan bahwa mahasiswa Fakultas Syari’ah tidak boleh gagap teknologi. Sejalan dengan kondisi yang terjadi saat ini, mahasiswa saat ini dihadapkan pada satu persoalan yakni enggan dan malas membaca buku, apalagi bukunya terlalu tebal. Yang terjadi justru malah mahasiswa saat ini serba instan.
“Mardi Candra adalah salah seorang alumni yang sukses dan telah memberikan kontribusi bagi lembaga di level nasional, khususnya Mahkamah Agung. Sikap dan keberhasilan beliau ini harus di contoh dan menjadi referensi bagi mahasiswa yang saat ini sedang menekuni dunia pendidikan di kampus. “Kalau alumni mau jadi hakim contoh dan ambillah ilmu dari beliau. Yang lebih penting lagi, semua yang berkaitan dengan tekhnologi harus betul-betul di ketahui secara maksimal. Tekhnologi saat ini telah mampu merubah lembaga peradilan tapi dengan payung hukum yang jelas. Kita harus mengetahui mulai yang kecil-kecil misalnya soft copy, hard copy.
Yang lebih perlu di pedomani oleh mahasiswa yang sedang berada di dunia akademik, manfaatkan dan aktifkan diri di setiap organisasi yang akan di sekitar kampus. Karena dari sinilah karir, prestasi dan penguasaan ilmu sehingga kalau sudah masuk ke dunia kerja khususnya hakim harus menjadi deklarasi pribadi. Maka bangunlah sistem itu dari sekarang,’’ajak Prof. Ikhwan. (nal)
Post a Comment